JOKOWI DAPAT SEMUANYA, PRABOWO BERIKAN SELURUHNYA
By Asyari Usman
Dari pertemuan Lebak Bulus (13 Juli 2019), ada pertanyaan penting: Jokowi dapat apa, dan Prabowo dapat apa? Siap yang untung, siapa yang rugi?
Kalau mau dijawab singkat, itulah judul tulisan kali ini. Yaitu, Jokowi dapat semuanya, sedangkan Prabowo memberikan seluruhnya. Jokowi dapat ‘full package’ dan Prabowo menyerahkan segalanya.
Yang diperoleh Jokowi dan yang diberi Prabowo barangkali tidak ternilai secara material. Maksudnya, saya tidak tahu berapa yang pantas dibayar untuk legitimasi jabatan presiden. Mau Anda sebut 25 triliun? Atau 50 triliun? Wallahu a’lam.
Tapi jangan salah paham. Saya hanya mencoba menggambarkan betapa mahalnya legitimasi jabatan presiden 2019 yang diperlukan oleh Jokowi dari Prabowo. Jangan sampai ditafsirkan ada deal 25 T atau 50 T. Nanti bisa menjadi fitnah. Sekali lagi, saya hanya mencoba untuk memberikan ‘price tag’ andaikata jabatan presiden itu layak diuangkan.
Sekarang, legitimasi itu telah dikatongi Jokowi dengan senyuman lepas dan penuh makna. Senyuman yang menujukkan kepuasan yang utuh. Tidak sompel. Ini bisa terjadi karena Prabowo juga menyerahkan legitimasi itu dengan ‘sepenuh hati’. Betul-betul tulus. Itu terlihat dari suasana gembira-ria. Ada puja-puji yang menyenangkan semua hadirin. Termasuklah para broker yang mencarikan legitimasi itu.
Prabowo tampak ikhlas sekali menyerahkan legitimasi yang diperlukan Jokowi tsb. Begitulah saya membaca ekspresi wajah Jenderal sendiri. Tulus-ikhlas bagaikan Anda menjual sesuatu dengan harga yang Anda harapkan dari pembeli. Nah, sekali lagi, jangan sampai salah tafsir. Kata ‘harga’ di sini bukan transaksional sifatnya. Ini hanya untuk membantu kita dalam melihat krusialnya legitimasi itu.
Itu isu yang pertama. Isu lainnya adalah pendapat banyak orang bahwa Prabowo pintar memilih tempat (stasiun MRT). Pendapat itu menyebutkan Prabowo, secara halus, merendahkan Jokowi. Direndahkan karena bertemu di stasiun. Bukan di tempat yang mulia seperti Istana, hotel, rumah Prabowo, dst.
Mohon maaf, logika ini perlu ditinjau ulang. Mengapa? Karena nilai legitimasi dari Prabowo itu tidak tergantung pada tempat penyerahannya. Kita ambil satu contoh yang mirip dengan legitimasi jabatan presiden itu. Katakan Anda baru saja lulus study S3 di Harvard University, Oxford atau Cambridge. Kemudian rektornya, entah dengan alasan apa, menyerahkan ijazah S3 Anda di toilet kampus. Apakah tempat penyerahan itu akan membatalkan gelar Anda? Tentu saja tidak.
Begitu pula dengan legitimasi dari Prabowo. Tidak berkurang nilainya sedikit pun bagi Jokowi ketika itu diberikan Prabowo di stasiun kereta. Bahkan sekiranya Prabowo mengajak Jokowi ke toilet untuk menyalami dia dan mengucapkan selamat, juga tidak cacat sedikit pun asalkan disiarkan langsung oleh televisi dan ditonton jutaan orang.
Tidak terhormatkah di toilet? Sangat keliru. Itu tadi, kalau ijazah S3 Anda diserahkan oleh rektor di toilet, apakah gelar Anda tak berlaku?
Menurut saya, Jokowi tidak memerlukan penyerahan legitimasi dari Prabowo di tempat yang terhormat. Yang dia perlukan adalah ucapan selamat yang disaksikan oleh publik, baik itu rekaman video apalagi siaran langsung. Singkirkanlah perasaan Anda bahwa pemberian legitimasi di stasiun MRT merupakan penghinaan terhadap Jokowi. It doesn’t work that way, guys.
Persoalan lainnya adalah logika lucu yang perlu diluruskan tentang pertemuan Jokowi-Prabowo. Bahwa kesediaan Prabowo bertemu merupakan strategi mantan Danjen Kopassus itu untuk satu tujuan besar yang tidak bisa diapahami oleh publik. Banyak yang yakin bahwa Prabowo memenuhi undangan naik MRT plus makan siang di Senayan itu adalah taktik untuk memenangkan sesuatu.
Bapak-Ibuk sekalian. Tidak ada yang salah untuk tetap menaruh harapan bahwa ‘strategi’ Prabowo itu akan berakhir dengan kemenangan. Inilah harapan yang sangat patut dikagumi. Karena, harapan itu mencerminkan suasana batin yang cukup kuat. Menunjukkan bahwa para pendukung Prabowo tidak mudah menyerah. Tidak gampang putus asa. Ini hebat luar biasa!
Hanya saja, harapan itu tak punya referensi yang memadai untuk disebut realistis. Harapan itu bergantung sepenuhnya pada ‘devine intervention’ (kehendak Tuhan). Tak salah kalau disebut mukjizat.
Orang yakin akan ada kejutan besar dalam waktu dekat ini. Dasarnya adalah pengajuan gugatan PAP (pelanggaran administrasi pemilu) ke Mahkamah Agung (MA). Sebagian orang percaya Prabowo akan menang dan otomatis menjadi presiden yang sah. Jokowi akan dilucuti. Prabowo-Sandi yang akan dilantik.
Semudah itukah? Rasanya tak mungkin. Memang tidak ada yang mustahil bagi Allah SWT. Tetapi, sebatas perkiraan realistis manusia, sangat tidak mungkin. Banyak pertanyaan yang harus dijawab. Misalnya, apakah masuk akal dengan satu ketukan palu MA semuanya berbalik untuk Prabowo? Apakah para hakim MA berani tampil beda dari para hakim MK?
Dengan peta kekuatan institusional yang ada saat ini, apakah Anda yakin ‘kemenangan’ Jokowi bisa dianulir? Apakah orang-orang kuat Jokowi rela presiden mereka disingkirkan lewat selembar keputusan MA? Wallahu a’lam. Bagi saya, skenario ini jauh panggang dari api!
Terus, strategi apalagi?
Kawan, semua sudah selesai. Jokowi sudah berhasil mendapakan semua yang dia perlukan. Dan Prabowo sudah memberikan seluruh yang dia miliki.
(Penulis adalah wartawan senior)
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/151844499321209
=============================
INILAH INDUK SEGALA PENGKHIANATAN
By Asyari Usman
PRABOWO Subianto, hari ini kau khianati ratusan juta pendukungmu. Kau tusuk perasaan mereka. Dengan entengnya. Dengan mudahnya. Tanpa rasa bersalah.
Prabowo, hari ini kau hancurkan perasaan ratusan juta rakyat Indonesia. Kau mungkin punya alasan tersendiri untuk menemui dia. Tapi, apa pun alasan kau, pertemuan itu menyakitkan hati rakyat yang mendukungmu mati-matian. Dan memang banyak yang benar-benar mati. Hilang nyawa.
Bagi para pendukung Prabowo, inilah momen untuk Instrospesksi. Momen untuk meluruskan dan memperkuat aqidah. Bergantunglah dan minta tolonglah hanya kepada Allah SWT. Bukan kepada manusia. Bukan kepada Prabowo. Makhluk tidak akan pernah memenuhi harapan sesama makhluk.
Prabowo adalah makhluk. Mungkin selama ini Anda, kita, berharap terlalu muluk kepada Prabowo. Kita menyangka dia akan teguh pada apa-apa yang telah dikatakannya. Kita menyangka dia akan timbul dan tenggelam bersama rakyat. Akan mati bersama rakyat seperti yang dia ucapkan.
Dia mengatakan dia tidak akan mengkhianati pendukungnya. Tetapi, Allah menunjukkan yang lain. Ternyata, Prabowo berkhianat. Dengan mudahnya dia menjual murah harga dirinya dan harga diri ratusan juta pendukungnya.
Sekarang, Prabowo telah secara resmi mengucapkan dan selamat bekerja kepada orang itu. Hebatnya, dia masih bisa bercanda. Bergurau menghibur orang itu. Seolah-olah tidak menyakiti perasaan para pendukungnya.
Untuk terkhir kalinya menyebutkan predikat “Pak”, saya masih memberikan bilik kecil ‘husnuzzon’ kepada Anda, Pak Prabowo. Husnuzzon tipis saya berikan sekadar menampung kemungkinan pertemuan ini adalah taktik Anda untuk sesuatu yang mengejutkan. Tetapi, untuk detik ini kami anggap pertemuan itu adalah gambaran tentang kualitas Anda.
Kawan-kawan, hari ini bukan akhir dari perjuangan umat. Sebaliknya, inilah awal dari babak baru perjuangan yang akan dipandu oleh pengalaman hari ini.
Hari ini bukan penyataan mundur umat. Lihatlah, cernalah, dan anggaplah pertemuan Prabowo dengan orang itu, hari ini, sebagai induk dari segala pengkhianatan.
Artinya, sudah begitu banyak pengkhianatan terhadap perjuangan umat selama ini. Hari ini, Allah tampilkan induk dari segala pengkhianatan itu.
The mother of all betrayals.
(Penulis adalah wartawan senior)
Dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/151414982697494
============================
Kenapa Kalian Sibuk Mau Jumpa Prabowo?
By Asyari Usman
Hari-hari ini sibuk sekali Kubu 01 mau mempertemukan Jokowi dengan Prabowo. Entah mengapa mereka di Kubu 01 harus kasak-kusuk agar pertemuan itu terlaksana.
Kalau presiden kalian menang bersih di pilpres 2019 ini, kenapa kalian sibuk mau bertemu dengan Prabowo? Untuk apa? Abaikan saja. Lupakan saja semunya.
Jokowi ‘kan sudah dilegalkan MK tanpa ada satu pun gugatan Prabowo yang diterima. Berarti MK bilang kalian menang bersih. Ya sudah. Makan kalianlah jabatan presiden itu.
Sudah dilegalkan MK, kok. Takut apa lagi? Sudah, ambil sana “hak” kalian itu. Tak usah kalian gubris kami dan Pak Prabowo. Aman kok. Tak akan ada yang mengganggu kalian. Buat saja suka-suka hati kalian.
Ayo sana buat pesta pora. Pesta kemenangan bersih. Kemenangan tanpa cacat. Presiden yang dicintai rakyat. Tak perlu apa-apa kok kalian dari kami, dari Pak Prabowo. Indonesia ini punya kalian, bulat.
Silakan ambil semuanya. Semua polisi, jaksa, satpol PP punya kalian. Semua kepala daerah punya kalian. Semua kades, kadus, kepling, perangkat desa, dll, kalian punya semua. Atur saja sesuai keinginan kalian.
Romahurmuziy punya kalian. Setia Novanto punya kalian. Begitu juga Idrus Marham, dan para pakar korupsi lainnya.
Masih belum cukup? Ada sembilan naga punya kalian. Ada Megawati, ada SBY, ada Surya Paloh, ada La Nyalla, ada Zulkifli Hasan. Ada Jusuf Kalla, ada semua mantan presiden dan wapres. Kalian punya semua. Ada juga Mahfud MD yang sangat bijak itu. Terus, ada Yusril yang pandai silat lidah, selalu menang di pengadilan.
Cuma memang agak repot mencari orang yang bisa nego dengan malaikal-maut. Kalau urusan yang satu ini berat, terus terang. Kalau yang lain-lain, entenglah.
Yang juga berat bagi kalian, mungkin, di Hari Hisab nanti. Wallahu a’lam. Tapi, cobalah tanya Yusril. Siapa tahu dia bisa sediakan tim pengacara untuk membatalkan semua bukti yang direkam Allah SWT.
Selain itu, tak ada masalah. Semua kalian punya. Siap 24 jam.
Ada Luhut Panjaitan dengan menantunya jenderal. Ada Hendropriyono, menantunya juga jenderal. Terus, Pak Hendro punya 150 anjing pelacak yang terlatih hebat, siap menjaga Istana. Mau apa lagi?
Semua yang hebat-hebat kalian yang punya, kok! Kurang apa lagi? Oh, barangkali DKI Jakarta harus di tangan kalian. Ambil saja. Mudah kok menyingkirkan Anies Baswedan.
Jadi, kalian tak perlu kami, ‘kan? Kenapa kalian ganggu lagi kami? Mau minta jumpa Pak Prabowo segala. Sekali lagi, untuk apa?
Tidak ada gunanya. Bagi kalian atau bagi Pak Prabowo. Juga tak ada gunanya bagi kami rakyat beliau.
Sekarang kalian berkuasa. Buat saja apa yang kalian suka. Tak usah pikirkan orang lain. Tak usah pikirkan kami. Mau kalian jual negara ini, silakan. Mau kalian buat hancur, silakan.
Mau kalian kapling-kapling, terserah. Mau kalian jual kepada RRC, tak ada yang melarang. Mau kalian tambah utang 10,000 triliun lagi, juga tak masalah.
Perlu tambahan pendapatan APBN? Gampang! Naikkan listrik sebulan sekali. Naikkan semua jenis pajak. Harga materai seharusnya kalian naikkan menjadi 20 ribu atau 30 ribu. Tak akan ada yang ribut kok.
Mau sumber pajak baru? Banyak. Pajak oksigen, pajak air, pajak jenazah yang mau dikuburkan, pajak bayi lahir, pajak usia lanjut karena umur panjang itu ‘kan sesuatu yang istimewa. Dan banyak lagi. Apa yang terpikir di benak kalian, dikenai pajak saja langsung.
Terus, apa lagi ya?
Oh iya. Mau kalian biarkan penista agama masuk ke masjid-masjid bawa anjing tanpa proses hukum, silakan. Mau kalian diamkan para penista Islam, silakan. Mau kalian penjarakan semua ulama, silakan juga. Kalian berkuasa penuh, kok.
Buat saja apa yang kalian suka. Mau kalian bilang orang Islam itu teroris semua, terserah. Mau kalian katakan di dalam aksi damai umat Islam ada 30 teroris, seperti kata Moeldoko, suka hati. Kalian kok yang berkuasa penuh di negara ini.
So, untuk apa kasak-kusuk mau jumpa Prabowo? Apa lagi yang mau kalian inginkan?
Mau legitimasi? Kan sudah ada dari MK. Sudah ada dari KPU. Sudah ada dari Denny JA dan gerombolan survei mereka. Sudah ada dari media-media besar di sini. Apa lagi?
Jadi, kepada Pak Prabowo dan Bang Sandi kami minta agar tidak usah saja menjumpai Jokowi. Tidak usah ucapkan selamat. Tak perlu hadir di acara pelantikan mereka.
Kenapa? Karena tidak ada gunanya. Tidak ada kemaslahatannya. Tidak ada urgensinya. Jokowi tak perlu ucapan selamat kok.
Jokowi tak perlu Anda kok, Pak Prabowo. Untuk apa? Mereka bisa buat apa saja, ‘kan?
Kepada Andre Rosiade (petinggi Gerindra), kami mohon agar Anda tidak usah repot-repot mengatur pertemuan Jokowi dengan Pak Prabowo. Kecuali kalau Anda memang ingin mencederai rakyat Pak Prabowo. Atau, kecuali Anda baru merasa menjadi manusia kalau bisa masuk ke Kubu 01. Itu lain lagilah ceritanya.
Atau, kecuali Anda baru saja selesai menjalani operasi pencangkokan “lobus frontalis” (otak bagian depan). Kalau ini alasannya, bisa dimaklumi. Sebab, setelah operasi itu berlangsung, Anda memang perlu istirahat menggunakan fungsi analitis.
(Penulis adalah wartawan senior)
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/149239869581672
==============================
Hei BPN dan Pengkhianat Gerindra, Jangan Kalian Salahkan Relawan
By Asyari Usman
Dalam dua-tiga hari ini beredar sejumlah tulisan yang pada intinya menyalahkan para relawan Prabowo-Sandi karena dianggap tidak muncul untuk menunjukkan militansi ketika para tokoh 02 ditangkap atau ditahan polisi. Ada tulisan Zeng Wei Jian (ZWJ) tentang Poros Ketiga.
Bagi ZWJ, Poros 3 dimunculkan oleh entah siapa. Mungkin saja oleh ZWJ sendiri. Wallahu a’lam. Yang jelas, saya baru dengar poros ini. Juga tidak ada tersebut di grup-grup WA atau platform medsos lainnya.
Dalam tulisan yang berjudul “Poros Ketiga”, ZWJ mengatakan “Poros 3 ancaman baru berbahaya untuk kelangsungan bangsa dan negara. Karena itu, Kubu 01 getol upaya merangkul Prabowo-Sandi.”
Pada pokoknya, ZWJ ingin menggoreska kesan bahwa ‘silatruahmi’ yang berujung koalisi dengan Jokowi bukan masalah. Tidak apa-apa. Bagus.
ZWJ tampaknya ‘ditugaskan’ untuk mempengaruhi para pendukung Pak Prabowo agar tidak menyalahkan atau menyerang para politisi Gerindra yang ‘desperados’ (kebelet) masuk koalisi Jokowi. Tentunya untuk ambil hadiah murahan.
Tapi, menurut hemat saya, gagasan para pengkhianat Gerindra yang dituangkan di tulisan ZWJ sangat berbahaya bagi Pak Prabowo. Para politisi Gerindra terlalu picik melihat target-target pribadi mereka. Mereka gagal atau tidak mau melihat gambar besar perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kejujuran ke depan.
ZWJ memuja-muji Sufmi Dasco dan Habiburrohman. Pujian setinggi langit. Seolah-olah Dasco sekarang harus diberi wewenang besar untuk mengendalikan Gerindra setelah dia, kata ZWJ, menjadi pahlawan hebat yang bisa membebaskan puluhan bahkan ratusan tokoh dan relawan 02 yang ditahan polisi.
Ada pula tulisan yang diatasnamakan Adipati Kampret (AK) dengan judul “Prabowo Akan Tenggelam Bersama Rakyat”. Tulisan ini menyudutkan pendukung Prabowo dan para relawan. AK mempertanyakan ke mana saja para relawan dan pendukung Prabowo pada hari 21-22 Mei? Kenapa tidak ada yang berpidato berapi-api untuk menunjukkan militansi?
Tulisan ini jelas-jelas meremehkan para relawan. Bagi saya, tulisan ini dapat disebut kurang ajar. Saya termasuk yang sangat tersinggung oleh Adi Kampret. Siapa pun Anda, saya katakan sekali lagi: Anda kurang ajar.
Saya bisa jawab langsung pertanyaan Adi Kampret ini tentang ke mana saja para relawan dan pendukung Prabowo pada 21-22 Mei itu. Mohon maaf, saya sendiri menyaksikan langsung aksi damai di bulan Ramadan itu. Menurut heat saya, bukan relawan dan pendukung yang tidak hadir, Bung Adi. Tetapi, para petinggi BPN yang justru tak nampak batang hidung. Tidak ada alasan bagi mereka untuk menelantarkan para peserta aksi damai itu.
Pada 22 Mei, hari kedua saya juga menyaksikan langsung di lapangan. Massa pendukung 02 berdatangan sejak siang. Tidak ada tokoh yang tampil berorasi. Tapi, massa pendukung tetap tak beranjak. Hanya Pak Amin Rais yang datang bersama putri beliau.
Dan, soal cerita tentang perangai orang-orang BPN, segudang pengalaman yang dirasakan banyak relawan, mereka curhatkan kepada saya. Nantilah, saya goreskan uraian tentang kelakuan orang-orang BPN yang pada pokoknya tidak berbuat apa-apa untuk memenangkan Pak Prabowo.
Tulisan Adi Kampret mencoba menggiring opini bahwa Pak Prabowo menjadi tak berdaya karena para pendukung cuma galak di medsos. Tidak turun ke jalan-jalan. Tentunya kesimpulan seperti ini sangat menyesatkan. Terkesan Bung Adi seolah mewakili barisan BPN yang ingin cuci tangan. Ingin cuci tangan karena mereka tak becus mengelola program kerja pemenangan Prabowo-Sandi.
Kemudian, ada tulisan Yahya M Ali, yang mengatributkan diri sebagai Pengamat Intelijen. Judul tulisannya, “Kepedihan Hati Prabowo dan Para Tokoh dan Relawan Kaleng-kaleng”. Di bagian awal, Yahya menguraikan soal sisi humanis Pak Prabowo. Kemudian dia juga, mirip seperti Adipati Kampret, menyerang para tokoh dan relawan pendukung Prabowo yang dia anggap ‘kaleng-kaleng’.
Menurut Yahya, para tokoh dan relawan yang ditangkap polisi adalah orang cengeng. Dia istilahkan ‘merengek-rengek’ kepada Prabowo supaya mengusahakan pembebasan mereka. Inilah yang membuat Prabowo mengambil tindakan drastis. Yaitu, membuka komunikasi ke pihak penguasa dengan tujuan agar semua yang ditangkap, dibebaskan.
Yahya M Ali menyebut para tokoh dan pendukung yang dikriminalisasikan, ditankap dan ditahan itu adalah orang-orang yang bermental omong kosong. Dia sebut ‘pejuang kaleng-kaleng’. Yahya mempersoalkan sikap para relawan dan pendukung yang tidak membela orang-orang yang ditangkap. Dia label para relawan itu hanya sok-sokan berteriak jihad tapi tidak berbuat apa-apa.
Di satu sisi, Yahya ada benarnya. Tetapi, kita harus memamhami bahwa para relawan dan massa pendukung memerlukan tokoh-tokoh yang bisa membangkitkan semangat juang. Menurut hemat saya, keseluruhan tulisan Yahya M Ali hanya ingin membangun persepsi bahwa ‘strategi’ Gerindra untuk berkoalisi dengan Jokowi adalah langkah yang tepat dan tak terelakkan.
Itulah yang dilakukan oleh ZWJ, Adipati Kampret, dan Yahya M Ali. Mereka ini sedang mesosialisasikan langkah rekonsiliasi dan koalisi dengan Jokowi. Tidak ada sedikit pun kritik mereka terhadap kinerja BPN dan perilaku beberapa anggota terasnya. Padahal, menyebutkan satu saja masalah fundamental di BPN, direktorat yang mengurusi saksi 02 di TPS boleh dikatakan tidak melakukan apa-apa. Untuk mendapatkan surat mandat saksi saja sulitnya minta ampun.
Bahkan, Pak Prabowo terpaksa membekukan direktorat itu karena dana saksi tidak berikan kepada yang berhak.
Saya menyarankan kepada mereka ini agar berhati-hati menimpakan kesalahan kepada para relawan, pendukung, dan keluarga para tokoh yang ditangkap penguasa. Tidak bagus kalau Anda seenaknya mengatakan relawan dan pendukung bermental ‘kaleng-kaleng’.
Menurut saya, yang justru bermasalah adalah ‘inner circle’ Pak Prabowo. Banyak diantara mereka, tidak semua, yang sejak awal kelihatannya punya misi lain. Bukan untuk meyukseskan perjuangan Prabowo. Mohon maaf, saya menyebut mereka pengkhianat. Pak Prabowo juga pernah menjelaskan tentang orang-orang dekat beliau yang berkhianat.
Jadi, saya mohon kepada orang-orang BPN dan Gerindra agar kalian tidak seenaknya menyalahkan dan meremehkan relawan Prabowo.
(Penulis adalah wartawan senior)
Dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/149048376267488
==============================
Mengenang Kembali Wasiat dan Wakaf Nyawa Prabowo
By Asyari Usman
Ketika atmosfir perlawanan terhadap kezaliman para penguasa mencapai puncaknya, Prabowo Subianto (PS) pernah berucap bahwa dia mewakafkan sisa hidupnya untuk bangsa dan negara Indonesia. Prabowo juga membuat surat wasiat. Walaupun isinya masih belum terungkap secara pasti.
Kalau dilihat suasana patriotis dan penuh emosional di tengah kezaliman dan kesewenangan yang sedang dihadapi mantan Danjen Koppasus itu, tidaklah berlebihan jika wasiat itu diartikan sebagai pertanda bahwa beliau siap mati demi kebanaran, keadilan, dan kejujuran. Memang kemudian muncul klarifikasi bahwa wasiat itu maksudnya adalah bahwa langkah-langkah perjuangan haruslah selalu berada di koridor hukum.
Namun begitu, semua orang masih ingat suasana perjuangan dalam 1.5 tahun belakangan. Termasuklah di masa-masa kampanye pilpres 2019. Ketika itu, Prabowo melihat kesewenangan para penguasa memang harus dihentikan sekalipun nyawa taruhannya. Artinya, sangatlah cocok tafsiran wasiat dan wakaf nyawa itu sebagai sinyal bahwa Pak Prabowo siap menghadapi apa saja. Termasuk kehilangan nyawa.
Beliau bahkan sudah memahami konsep ‘hidup mulia atau mati syahid’. Yaitu, ‘isy kariman aw mut syahidan’. Slogan ini pernah dia ucapkan beberapa kali di depan publik. Beliau juga pernah mengatakan bahwa tidak ada apa pun yang ditakutinya selain Allah SWT. Artinya, Prabowo siap sepenuhnya berjuang dengan segala pengorbanan. Rakyat pendukung beliau pun menjadi sangat bersemangat mendengar penegasan pemimpin yang gagah dan cerdas itu.
Alhamdulillah, gerak maju Pak Prabowo untuk menyingkirkan apa yang dia sebut sebagai ‘para pengkhianat’ bangsa mendapatkan sambutan kuat dari publik. Kebetulan publik juga menginginkan pergantian pemimpin. Prabowo berhasil meyakinkan rakyat tentang ‘keberanian’ dia melawan kesewenangan. Orasi (pidato) yang ia sampaikan selalu berapi-api. Mampu membangkitkan semangat tempur para pendukung.
Ke mana pun beliau pergi selalu membludak massa yang menyambut. Keyakinan semakin kuat untuk menghentikan pengkhianatan para penguasa. Logika mata menyimpulkan bahwa Pak PS tak terbendung lagi. Kemenangan sudah di tangan. Karena memang faktual bahwa kampanye lawan tanding beliau jauh tertinggal di belakang. Sepi selalu. Di mana-mana publik menyambut Jokowi-Ma’ruf dengan teriakan ‘Prabowo’ plus acungan dua jari.
Kampanye Jokowi-Ma’ruf memang ‘memble’. Logika mata menyimpulkan bahwa kekalahan paslonpres 01 tak terelakkan. Di mana-mana orang yakin Prabowo-Sandi paling sedikit akan merebut 60% suara pemilih. Meskipun lembaga-lembaga survei membohongi khalayak bahwa Jokowi-Ma’ruf-lah yang akan menang.
Kubu 02 yakin calon mereka akan masuk ke Istana. Keyakinan itu tak berlebihan. Mengingat begitu beratnya tim sukses Jokowi menghadirkan massa di kampanye-kampanye 01. Padahal, mereka menyediakan berbagai fasilitas bagus yang tidak dinikmati oleh massa kampanye 02.
Sangat pantas diduga bahwa kesulitan dalam menampilkan kampanye besar itu membuat para penguasa tidak punya pilihan lain. Mereka harus menyalahgunakan berbagai instansi negara untuk membantu penyuksesan kampanye. Agar kampanye 01 terlihat meriah.
Cara ini tetap tak mampu mendongkrak kampanye Jokowi-Ma’ruf. Padahal kepolisian terlibat aktif menggalang dukungan untuk 01. Di seluruh Indonesia. Namun demikian, kampanye-kampanye mereka selalu memalukan, bahkan di basis-basis pendukung Jokowi sekalipun.
Jauh ke belakang, “tour the country” yang dilakukan Sandiaga Uno ke lebih 1,300 titik persinggahan, juga sukses luar biasa. Di sambut di mana-mana. Tanpa fasilitas apa-apa. Tanpa nasi bungkus. Bahkan tanpa segelas air pun yang disediakan panitia.
Artinya, rakyat menunjukkan ketulusan mereka mendukung Praboso-Sandi. Bahkan sebaliknya rakyat yang mengumpulkan dukungan dana untuk 02. Di banyak tempat. Prabowo-Sandi menjadi sangat terharu. Mereka berjanji tidak akan menyia-nyiakan dukungan rakyat. Tidak akan mengkhianatinya.
Rakyat bersungguh-sungguh mendukung dan berjuang karena mereka tidak ingin rezim Jokowi berlanjut dua periode. Mereka ingin Prabowo yang memimpin Indonesia. Semua pertanda elektoral menunjukkan 02 akan menang. Menang telak.
Akhirnya, perasaan rakyat tertusuk. Marah. Sangat marah. Ketika KPU akhirnya memenangkan Jokowi-Ma’ruf dengan dugaan kuat berdasarkan perhitungan curang. Curang besar. Yang kemudian diperkuat oleh keputusan aneh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 27 Juni 2019.
Alhamdulillah, proses yang dilakukan untuk memenangkan Jokowi oleh KPU dan MK berjalan lancar. Sebaliknya, tidak terjadi protes apa-apa dari Prabowo ketika dia dinyatakan kalah.
Suatu kali, pertengahan Mei 2019, Prabowo menyatakan sikap tegas tentang dugaan kuat kecurangan pilpres. Beliau bersumpah tidak akan membiarkannya. Akan melawan kecurangan yang tanda-tandanya sangat jelas.
“Tidak mungkin saya meninggalkan rakyat Indonesia. Saya siap timbul dan akan tenggelam bersama rakyat sampai titik darah yang terakhir. Selama rakyat percaya dengan saya, selama itulah saya akan tetap bersama rakyat melawan kecurangan,” kata Sang Jenderal.
Begitulah kisah Prabowo yang dimulai dengan semangat patriotisme, wakaf nyawa, wakaf sisa hidup, dan surat wasiat. Inilah figur gagah berani yang diidolakan rakyat. Ratusan juta rakyat. Tua, muda, laki-laki dan perempuan. Emak-emak dan nenek-nenek. Remaja dan anak-anak. Di mana ada kampung, di situ ada dominasi Prabowo.
Tapi, sekarang, semua menjadi gelap. Orang-orang ‘inner circle’ (lingkaran inti) beliau menjadi tak jelas. Mereka semua memakai topeng abu-abu. Siap lompat mengabaikan Sang Jenderal. Untuk menerkam sisa-sisa kueh yang dirampok dari rakyat. Untuk merebut beberapa kursi jorok yang amis berbau darah.
Pak Prabowo menjadi galau. Bumi di pijak, tapi langit tak dijunjung. Langit semakin tinggi, bumi terasa sempit. Dada pun sesak.
Semoga saja masih ada peluang untuk “Hidup mulia, atau mati syahid”. Bukan “Hidup hina, mati sakit”. Namun, untuk saat ini, kelihatannya perjuangan Prabowo berakhir dengan mati langkah. Mati kutu. Wallahu a’lam.
(Penulis adalah wartawan senior)
02.07.2019
02.07.2019
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/148664122972580
===============================
Pemimpin Itu Rezeki, Bisa Datang dari Arah yang Tak Terduga
By Asyari Usman
Bukan hanya duit, makanan, minuman, kesehatan, dll, saja yang disebut rezeki. Pemimpin juga rezeki. Karena itu, dia termasuk dalam kategori yang bisa muncul dari arah yang tak terduga-duga. Di luar perhitungan.
“Man yattaqillaha yaj’allahu makhraja, wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib.” (Barangsiapa takut kepada Allah, akan diberikan jalan keluar baginya. Dan akan diberikan rezeki kepadanya dari arah yang tak disangka-sangka).
Bangsa Indonesia sedang memerlukan seorang pemimpin (rezeki) yang muncul dari arah yang tak terduga-duga itu. Dengan kapasitas yang tak pernah terduga pula.
Mengapa diperlukan pemimpin dari arah yang tak disangka-sangka? Karena figur-figur yang dimunculkan dari arah biasa atau “arah yang diduga”, ternyata semuanya bisa “diduga” oleh kubu lawan. Jadi, ke depan ini umat perlu membiarkan ar-Razzaaq memberikan rezeki (pemimpin) yang tak disangka-sangka itu.
“Wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib.”
Mungkinkah itu terjadi? Sangat mungkin. Cuma saja, rezeki yang datang dari arah yang tak disangka-sangka biasanya turun di tengah situasi dan kondisi yang memprihatinkan. Kondisi yang membuat orang fokus (khusyu’) meminta pertolongan hanya kepada-Nya saja.
Sebagai contoh, ada keluarga miskin yang sudah tiga hari tak makan. Mereka sabar, tabah, berusaha, dan berdoa. Tiba-tiba saja, entah bagaimana, dia mendapat sumbangan dari seseorang yang tak disangka-sangka. Mereka akhirnya bersukacita, bahagia, dan bersyukur tak henti-hentinya.
Rezeki yang tak disangka-sangka itu memberikan solusi menyeluruh bagi keluarga miskin tadi. Kini mereka tidak hanya bisa makan tiga kali sehari, melainkan bisa membuat usaha yang dapat menolong belasan keluarga miskin lainnya yang setara seperti mereka.
Secara logika, jika mereka menanti rezeki reguler yang “bisa diduga” seperti selama ini, pastilah mereka sekeluarga akan tetap makan kelang-kelang hari. Sekarang, mereka lepas dari penderitaan lahir-batin berkat rezeki yang tak disangka-sangka itu.
Begitulah tampaknya kondisi bangsa ini. Sedang menantikan turunnya seorang pemimpin yang tak disangka-sangka dengan kapasitas yang tak pernah terduga. Pemimpin yang siap mengambil langkah apa saja yang tak bisa diduga oleh lawan. Si pemimpin “min haitsu laa yahtasib” itu akan melancarkan gebrakan yang tak pernah disangka-sangka oleh orang lain.
Lawan menghadapi suasana yang tidak mereka duga akibat kehadiran pemimpin yang tak disangka-sangka itu. Lawan tergemap. Gugup, gagap dan akhirnya lenyap.
Mungkinkah pemimpin yang datang dari arah yang tak disangka-sangka itu muncul saat-saat sekarang? Wallahu a’lam.
Jika dilihat dari contoh di atas, jelas ada prasyarat untuk itu. Artinya, umat ini perlu lebih dulu mengalami penderitaan berat. Kondisi ini akan membentuk ketakwaan terbaik dan ketawakkalan.
Pada waktu itulah, mungkin, umat bisa mengharapkan rezeki (pemimpin) yang datang dari arah yang tak disangka-sangka itu.
“Wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib.”
(Penulis adalah wartawan senior)
==============================
Jangan Terus Menjadi Buih di Lautan
By Asyari Usman
Umat Islam di Indonesia memang berangka mayoritas. Entah itu 90% atau 85%. Yang jelas mayoritas. Tetapi, hari ini “suara” umat menjadi minoritas. Dalam bahasa yang halus, Nabi menyebutnya “suara buih” atau “kekuatan buih”. Bagaikan buih di lautan, kata Junjungan Alam Rasulullah SAW.
Kalau kita bayangkan buih di hamparan lautan yang perkasa, memanglah buih itu tampak dominan. Tetapi, dia (buih) adalah benda yang sangat lemah. Nasibnya ditentukan oleh angin, ombak, arus, dan kapal. Inilah oligarkhi kekuatan di laut (meminjam istilah pakar sosial-politik Hersubeno Arif dan Dr Syahganda Nainggolan).
Buih sama sekali tak dianggap ada oleh oligarkhi kekuatan laut itu. Itulah yang kelihatannya terjadi sejak republik ini berdiri. Umat Islam dikapling-kapling. Diacak-acak dan sengaja dikacau dengan menyusupkan berbagai macam aliran sesat, gaya hidup sesat, dan ideologi liberal. Semua ini bisa terjadi karena umat dalam keadaan lemah iman dan akidah; atau sengaja dibuat lemah iman dan lemah akidah.
Mayoritas serasa minoritas alias ibarat buih di lautan. Itulah yang akan terus dikondisikan atau dipelihara oleh oligarkhi kekuasaan di Indonesia. Boleh jadi umat di negeri inilah yang dahulu ada dalam bayangan Nabi SAW ketika beliau menyabdakan peringatan keras tentang “buih di lautan” itu.
Kecurangan pilpres yang berlangsung di negara ini bisa berjalan mulus akibat umat masih membuihkan diri. Sekarang, mentalitas buih itu harus ditanggalkan dan ditinggalkan. Untuk selama-lamanya.
Kalau sifat-sifat buih masih ada di tengah umat Islam, maka jangan diharap kesewenangan oligarkhi kekuasaan bisa dilenyapkan. Lima tahun ke depan harus dijadikan periode pembersihan umat dari mentalitas buih. Umat tidak boleh lagi dijuluki buih di lautan.
Umat harus berubah menjadi torpedo. Atau setidaknya menjadi rajau laut. Tidak boleh lebih lemah dari ranjau laut. Sebab, ranjau laut saja masih akan bisa disapu oleh kapal penyapu ranjau.
Umat sebagai ranjau laut akan diperhitungkan oleh kapal-kapal pencuri ikan yang selama ini anggap enteng terhadap buih. Apalagi kalau umat bisa menjadi torpedo. Pastilah akan disegani oleh kapal-kapal perang yang selama ini terbiasa sesuka hati terhadap buih.
Berubahlah, wahai umat. Tinggalkan karakter buih. Adopsilah sifat-sifat torpedo atau ranjau laut. Torpedo dan ranjau laut tidak akan lagi menjadi permainan angin, arus, ombak dan kapal. Sebaliknya, mereka menjadi setara. Sama-sama memiliki kekuatan dahsyat.
Sabda Nabi SAW tentang “umat Islam bagai buih” itu secara implisit mengandung kritikan dan dorongan agar umat senantiasa menyusun kekuatan. Dalam 20 tahun belakangan, konsolidasi itu sudah terjabarkan. Tetapi, masih banyak lagi aspek yang harus dipahami dan dijadikan navigasi untuk menghadapi kekuatan-kekuatan jahat yang senantiasa ingin menghancurkan umat, yang ingin melemahkan umat.
Kekuatan umat ansich tergantung pada kualitas manusia. Alhamdulillah, kualitas human resource (SDM) umat semakin baik. Banyak berubah. Perubahannya cukup ‘noticeable’ (mencolok). Perubahan membaik kualitas SDA umat memicu pertumbuhan drastis dalam hal perhatian umat terhadap politik praktis. Semakin banyak yang sadar bahwa umat Islam sedang dikepung oleh blok-blok sosial-politik yang punya satu tujuan: yaitu menindas umat. Peranan besar emak-emak di pilpres 2019 adalah salah satu contoh kesadaran itu. Contoh perubahan signifikan itu.
Aspek perubahan lainnya adalah sensitivitas umat terhadap kebersamaan (keberjemaahan). Umat semakin ringan untuk melangkahkan kaki dan berkorban demi perjuangan. Upaya yang relatif mudah untuk mengumpulkan umat dalam aksi-aksi damai adalah perubahan yang paling penting sejauh ini. Itu bisa dilihat dari aksi 212, reuni 212, kampanye pilpres 02 yang selalu membludak, sampai aksi-aksi kawal hasil pilpres serta reaksi keras terhadap keputusan aneh MK.
Namun, akselerasi perubahan itu kelihatannya belum cukup cepat. Belum ekstensif. Perubahan sikap umat haruslah juga ekspansif.
Untuk saat ini, mungkin saja perubahan itu belum cukup memadai untuk menghadapi kecurangan atau bentuk kesewenangan lainnya yang didemokratiskan oleh elemen-elemen jahat di negara ini. Karena itu, elit umat Islam perlu bekerja lebih keras dan terarah untuk menumbuhkan kesadaran tentang perlunya memperbaiki SDA. Pada gilirannya, kualitas umat yang makin baik akan memudahkan mereka untuk memahami bahwa semua ruang pertarungan politik harus diisi oleh umat.
Ini semua, insyaAllah, bisa tercapai kalau kritik Nabi SAW tentang kualitas umat di belakang beliau, mampu dijawab dengan membuang karakter “buih di lautan”. Sebaliknya, individu setiap umat harus ditempa menjadi torpedo atau ranjau laut agar tidak bisa disesukahatikan oleh oligakrhi kekuasaan. Agar tidak dikepung lagi oleh blok-blok sospol yang tidak rela umat menjadi kuat di gelanggang politik.
Akan diperhitungkan jika umat memiliki blok politik sendiri. Yang diisi dan dioperasikan oleh orang-orang yang kuat landasan iman dan akidahnya. Umat harus selalu mengingat kritik Nabi tentang umat yang lemah.
Tapi, apakah blok politik milik sendiri itu sudah ada ataukah harus didirikan lebih dulu? Kalau mau dikatakan sudah ada, bisa juga. Kalau mau dibentuk wadah baru, tak ada salahnya.
Saya berpendapat, blok yang sudah ada itu bisa diperkuat karena selama ini mereka telah memperlihatkan konsistensi dalam perjuangan. Blok ini tidak mudah larut dengan tawaran transaksi politik atau konsesi materi. Mereka berbeda kontras dengan blok-blok politik lain yang sudah terbiasa dengan konsep “semua digerakkan dengan duit”.
Tetapi, kalau dirasakan perlu mendirikan blok baru, tentu boleh saja. Cuma, diperlukan kerja keras mengingat waktu lima tahun ke depan tidaklah cukup panjang.
Yang teramat penting ialah umat harus senantiasa memperbaiki diri. Jangan terus menjadi buih di lautan.
(Penulis adalah wartawan senior)
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/150307436141582
==============================
Kemenangan Demokratis Bukan untuk Umat Islam (Garis Lurus)
By Asyari Usman
Apa yang bisa kita simpulkan dari proses pilpres 2019? Tentunya banyak sekali. Salah satu yang paling menonjol adalah bahwa kemenangan demokratis bukan untuk umat Islam garis lurus. Anda harus paham bahwa sebaik apa pun Anda bersikap dan bertindak di dalam kontestasi pemilu, termasuk dan terutama pilpres, jangan harapkan umat garis lurus akan dibiarkan menang secara demokratis.
Itulah pesan keras dari keputusan MK, malam tadi (27/6/2019). Bagi koalisi elemen-elemen jahat, umat garis lurus mereka anggap sebagai musuh besar. Mereka bisa merasakan bahwa umat garis lurus akan merintangi rencana dan tindakan korup mereka. Juga tindakan mereka untuk menjual kedaulatan bangsa dan negara kepada pemodal asing yang berkolusi dengan pemodal domestik. Karena itu, mereka tidak akan pernah memberikan peluang kepada umat lurus untuk tampil solid dan menang dalam proses demokrasi.
Umat garis lurus harus menyadari itu. Kemudian, harus melakukan konsolidasi agar pengalaman pahit di pilpres 2019 ini tidak terulang lagi di masa mendatang. Umat perlu bekerja keras supaya pencurangan hasil pilpres tidak bisa lagi dilakukan oleh KPU dengan mudah.
Dari mana bisa disimpulkan bahwa umat garis lurus tidak akan dibiarkan menang secara demokratis?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu dijelaskan soal sebutan “umat Islam garis lurus”. Saya menggunakan terminologi ini untuk membedakan komponen garis lurus itu dengan kelompok umat Islam pragmatis, liberalis, atau bahkan munafikis. Yang dimaksudkan pragmatis adalah mereka yang bisa dan siap melakukan apa saja. Siap menjual akidah. Baik itu demi keuntungan sesaat maupun karena kejahilan dan kesesatan. Sedangkan kategori munafikis tentu tidak perlu dijelaskan lagi.
Nah, menjawab pertanyaan di atas, tentunya bisa kita lihat bahwa umat garis lurus itu berkumpul di kubu Prabowo-Sandi. Sama-sama kita saksikan dengan jelas bahwa mereka berkumpul di kubu Prabowo dengan tulus-ikhlas, tanpa ada tujuan apa pun kecuali ingin menjaga Indonesia dari ancaman invasi kekuatan jahat domestik maupun internasional.
Umat yang tidak lurus hampir pasti tidak akan mendukung Prabowo. Sebaliknya mereka menjadi lawan kubu 02. Sangat jelas siapa-siapa saja mereka itu. Antara lain adalah orang-orang yang terbiasa mengemis kepada penguasa. Juga termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang mempraktikkan ajaran sesat dan liberal.
Mereka itu sangat tidak mungkin berkoalisi dengan Prabowo. Sebab, umat garis lurus tidak mungkin berdampingan dengan penganut paham sesat dan liberal. Dan tak mungkin pula sekubu dengan orang-orang yang suka mengemis kepada para penguasa.
Umat garis lurus dan kaum pragmatis-liberal-sesat, secara alami terpilah ke kubu 02 dan kubu 01. Ini tidak bisa dipungkiri. Dan tak perlu juga ditutup-tutupi. Begitulah faktanya.
Perseteruan politik antara kedua kelompok umat ini sangat tidak mungkin akan berakhir. Pergesekan sosialnya masih bisa dicegah. Tetapi, pertarungan politik di ruang demokrasi, hampir pasti akan berlangsung sepanjang zaman.
Di dalam proses pertarungan demokrasi di pilpres 2019 ini, umat garis lurus secara kasat mata unggul telak. Yang tidak lurus itu, alhadulillah, tidak banyak jumlahnya. Mereka minoritas. Tetapi, umat lurus yang mayoritas itu akhirnya dipaksa oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menerima kecurangan pilpres. Sangat patut diduga MK mendapat tekanan keras untuk membenam umat garis lurus. Dan bukan rahasia bahwa para penguasa tidak bisa sejalan dengan umat garis lurus.
Para penguasa sendiri diduga kuat mendapatkan sokongan penuh dari para konglomerat yang sangat benci juga terhadap umat garis lurus. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa perampokan kemenangan Prabowo dan kemenangan umat garis lurus di pilpres ini dilakukan dengan perencanaan yang rapi. Dengan logistik yang sangat masif.
Jadi, di dalam pertarungan politik yang resminya disebut “demokratis”, sesungguhnya kita bisa menyimpulkan bahwa umat garis lurus akan selalu dijegal. Meraka tidak akan diberi peluang untuk meraih kekuasaan sekalipun menang telak, bersih, dan demokratis. Pasti akan dicurangi, ditipu.
Mereka dirintangi meraih kemenangan, baik itu di pilpres maupun di pileg. Kalau mereka menang, pasti akan dirampok kemenangan itu. Pilpres 2019 ini adalah bukti nyata kemenangan umat garis lurus yang dirampok. Juga di pilpres 2014.
Mengapa kemenangan umat garis lurus dirampok?
Karena dianggap radikal. Bagi mereka, orang yang menjaga sholat dan menjaga keluarganya dari ancaman virus amoral, epidemi narkoba, dlsb, akan mereka sebut radikal. Orang yang antikorupsi dan mencegah kekuatan asing merampas kedaulatan negara, juga mereka sebut radikal.
Jadi, harap diingat, kemenangan demokratis bukan untu umat garis lurus. Yang lain silakan menang asal bukan umat garis lurus.
(Penulis adalah wartawan senior)
Dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/147658353073157
==============================
Pak Prabowo, Inilah Pesan Rakyatmu
By Asyari Usman
Pasti panjenengan sudah tahu. Tak mungkin tidak. Namun begitu, secara formal mungkin masih perlu disampaikan dengan jelas, tegas, lugas.
Pesan ini sama sekali tak bermaksud mengajarkan limau berduri. Tak juga ingin mengajarkan ikan berenang. Apalagi mengajarkan macan menerkam. Tak mungkin, kawan!
Tetapi harus kami sampaikan. Pertama, agar publik yang menitipkan pesan ini tahu bahwa kami tidak menyimpan atau menyembunyikannya. Kedua, agar ‘public at large’ (semua publik, tidak hanya yang menitip) juga tahu bahwa ada 80-90 juta pemilih Prabowo yang tidak rela, tak sudi, jika beliau mengambil langkah yang keliru.
Inilah pesan itu. Pertama, dimohon dengan sangat agar Pak Prabowo dan Bang Sandi tidak bertemu dengan Jokowi dan Ma’ruf Amin. Kedua, agar tidak menerima panggilan telefon atau bentuk komunikasi lainnya dari mereka. Ketiga, agar tidak mengucapkan selamat kepada mereka. Keempat, agar tidak merestui Partai Gerindra berkoalisi dengan Jokowi-Ma’ruf. Kelima, agar tidak menghadiri pelantikan mereka.
Kenegarawanan panjenengan tidak memerlukan pengakuan dari mereka. Sama halnya dengan kepresidenan mereka yang tidak memerlukan pengakuan dari Anda, Pak Prabowo. Anda tetap terhormat di mata 80-90 juta pemilih.
Menyirami luka dengan asam jeruk adalah rasa pedih yang paling ringan bagi para pendukung Anda, Pak, jika pesan yang mereka sampaikan ini Anda abaikan.
Sebagai tambahan saja, perampokan di pilpres 2019 ini jauh, jauh, lebih biadab dari penipuan pilpres 2014. Begitulah keyakinan rakyat Anda, Pak Prabowo.***
Dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/149706236201702
=============================
Kejahatan Politik Seharusnya Dibawa ke Pengadilan Politik
By Asyari Usman
Anda semua pasti kecewa, dongkol, jengkel, frustrasi. Kecewa pada Mahkamah Konstitusi (MK) serta jengkel kepada KPU, Bawaslu dan kubu 01. Kalau reaksi Anda seperti ini, berarti Anda normal. Bersyukurlah, Anda masih berada di jalan yang lurus. Anda belum terikut jalan dajjal.
Nah, mengapa proses yang berlangsung di MK akhirnya mengecewakan Anda semua sebagai pemilih dan pendukung paslonpres 02?
Simpel saja. Proses yang mengecewakan itu merupakan konfirmasi bahwa kejahatan politik tidak bisa dibawa ke pengadilan hukum. Kejahatan politik harus diselesaikan di “pengadilan politik” juga.
Pengadilan politik di mana alamatnya, Bang? Pengadilan politik itu tidak punya alamat darat. Letaknya di Planet Kecerdasan. Ini alamat lengkap pengadilan politik di Planet Kecerdasan itu: Menara Keberanian, Jalan Kesatria Jujur No. 1, Bundaran Jihad, Jannat City.
Kalau tempohari kecurangan pilpres 2019 dibawa ke sana, kemungkinan besar paslonpres 02 bisa mendapatkan keadilan. Sebab, tidak ada yang berani bermain-main dengan pengadilan politik. Seluruh rakyat pendukung Prabowo-Sandi bisa hadir di situ. Kalau ada pihak yang coba-coba intervensi, langsung dibereskan oleh para petugas keamanan yang bertugas di Menara Keberanian.
Pasti tak ada yang berani macam-macam. Karena akan diterkam macan-macan.
Bundaran Jihad itu sangat terkenal sebagai kawasan yang bebas kejahatan. Para laskar penjaga di sana sangat patuh pada prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran. Mereka tidak lagi tertarik dengan benda-benda keduniaan. Para hakim di pengadilan politik tidak terbiasa dilayani. Mereka hidup dengan keringat sendiri.
Orang-orang di Bundaran Jihad itu hanya takut kepada al-Khalik. Tidak takut kepada makhluk.
Berbeda dengan pengadilan MK. Di sini ‘kan manusia-manusianya masih berkadar manusiawi, bermental duniawi. Mereka masih perlu makan enak atau enak sekali. Dan makannya tak bisa sepiring-dua piring. Lauknya juga harus ikan emas (atau ikan mas, ya?).
Mata mereka juga lain. Warnanya hijau. Selalu hijau kalau melihat sesuatu yang menyenangkan. Hati mereka juga berbeda. Hati mereka tidak punya mata. Tidak punya mata-hati, maksudnya.
Sekarang, apa boleh buat. Kecurangan pilpres terlanjur dibawa ke MK. Pak Prabowo mungkin bermaksud baik. Cuma beliau lupa kalau semua lawan politiknya bermaksud jahat. Beliu tak ingat kalau lawan-lawannya adalah para pengkhianat.
(Penulis adalah wartawan senior)
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/147436909761968
=========================
Press Release:
PRINSIP “FOR THE TRUTH & JUSTICE” DAN KEMULIAAN MAHKAMAH KONSTITUSI DIPERTARUHKAN
PRINSIP “FOR THE TRUTH & JUSTICE” DAN KEMULIAAN MAHKAMAH KONSTITUSI DIPERTARUHKAN
1). Kami, kuasa hukum Paslon 02, Prabowo-Sandi dan rakyat Indonesia berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas kemuliaannya melalui putusannya tanggal 27 Juni 2019. Yakni sebuah putusan yang berlandasakan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan (the truth and justice) sesuai dengan kesepakatan bansa dan mandate konstitusi dimana MK terikat pada UUD 1945 (periksa pasal 22E ayat 1 UUD 1945).
2). MK harus menegakkan kebenaran dan keadilan secara utuh. Jika tidak, maka keputusan MK akan kehilangan legitimasi, karena tidak ada public trust di dalamnya. Akibatnya lebih jauh, bukan hanya tidak ada public trust, namun juga tidak akan ada public endorsement pada pemerintahan yang akan berjalan.
3). Satu saja unsur yang menjadi landasan atau rujukan keputusan MK mengandung unsur kebohongan (terkait intergritas) dan kesalahan (terkait profesionalitas), -- misalnya dengan mempertimbangkan kesaksian ahli Prof Eddy Hiariej yang memberikan labelling buruk sebagai penjahat kemanusiaan kepada Le Duc Tho padahal Le Duc Tho (lahir di Nam Din Province pada 10 Oktober 1911) adalah Nobel Prize for Peace pada tahun 1973 meski ia akhirnya menolaknya—maka keputusan MK menjadi invalid.
4). Kesaksian Prof. Jazwar Koto, PhD (saksi ahli 02) dalam persidangan tentang adanya angka penggelembungan 22 juta yang ia jelaskan secara saintifik berdasarkan digital forensic sama sekali tidak dideligitimasi oleh Termohon/KPU maupun Terkait/Paslon 01. Yang dipersoalkan terhadap Prof Jazwar Koto hanyalah soal sertifikat keahlian, padahal ia telah menulis 20 buku, 200 jurnal internasional, pemegang hak patent (patent holder), penemu dan pemberi sertifikat finger print dan eye print, serta menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan yang disegani di Jepang.
5). Terkait dengan kesaksian ahli Prof Jazwar Koto di persidangan yang tidak dibantah itu, dapat dibayangkan, jika mekanisme pembuktiannya dilakukan secara manual, mengadu C1 dengan C1 sungguh akan sangat membutuhkan waktu yang lama. Katakanlah pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu 1 menit sekali pengecekan, maka pengecekan tersebut akan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 juta pemilih. Atau kalau pengecekannya didasarkan per TPS ( dengan asumsi jumlah TPS 813.330 TPS) dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit maka waktu yang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya.
6). Bahwa berdasarkan keterangan saksi Idham Amiruddin telah ditemukan 22 juta DPT siluman dalam bentuk NIK Rekayasa, pemilih ganda dan pemilih di bawah umur. Pemohon telah berkali-kali mengajukan protes dan keberatan terhadap adanya DPT Siluman ini, namun Termohon tidak pernah melakukan perbaikan yang serius terhadap DPT bermasalah tersebut. Pemohon juga telah melaporkan soal DPT Siluman tersebut ke Bawaslu RI namun laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti. Tidak jelasnya DPT, sebenarnya telah cukup menjadi alasan bagi majelis hakim MK untuk membatalkan pelaksanaan Pilpres 2019 sebagaimana MK telah membatalkan Pilkada Sampang dan Maluku Utara Tahun 2018 karena ketidakjelasan DPT;
7). Tidak adanya jaminan keamanan dan kehandalan terhadap system perhitungan suara KPU. Hal ini sangat nampak dari pemaparan yang disampaikan oleh saksi ahli dari termohon (KPU) maupun dari pemaparan komisioner KPU sendiri yang senantiasa “ngeles” (istilah “ngeles melulu” sempat juga diutarakan Majelis Hakim Suhartoyo dalam persidangan) ketika ditanya oleh Yang Mulia Hakim MK maupuan oleh pihak Pemohon perihal upaya-upaya perbaikan atau komparasi dalam rangka pembenahan system perhitungan suara di KPU, padahal UU ITE Pasal 15 ayat 1 ditegaskan bahwa penyelenggara system informasi dan IT wajib memenuhi standar keamanan dan kehandalan.
😎. Setelah mendengar kesaksian Hairul Anas ( Anas 02) dan mendengarkan keterangan saksi Anas Nasikin (Anas 01) ternyata tidak ada perbedaan. Kesaksian Anas 02 telah dibenarkan dan diamini oleh saksi Anas Nasihin (Anas 01), diantaranya tentang power point yang berjudul “Kecurangan adalah Bagian Dari Demokrasi” beserta isi isi power point lainnya. Kedua, bahwa dalam acara TOT tersebut dihadiri oleh petahana, Presiden RI Joko Widodo, Kepala KSP Moeldoko, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Sekjen PDIP dan anggota DPR Hasto, komisioner KPU, Bawaslu RI dan DKPP.
9). Dalam persidangan juga terbukti, setelah dilakukan inzage/pemeriksaaan, ternyata Termohon tidak dapat membuktikan adanya C7 (daftar kehadiran). Ketidakadaan C7 sangat fatal terkait dengan kepastian atas hak pilih rakyat (daulat rakyat). Oleh karena Termohon/KPU tidak sanggup menghadirkan C7, Pemohon berharap MK memerintahkan Termohon/KPU menghadirkan C7 sejalan dengan semangat judicial activism. Sebab itu, dengan tidak dapat dibuktikannya siapa yang hadir memberikan suaranya dalam pemungutan suara di TPS, maka muncul pertanyaan suara itu suara siapa? Siapa yang melakukan pencoblosan?
10). Bahwa terbukti juga sebagai fakta persidangan dimana Termohon/KPU membuat penetapan DPT (daftar Pemilih Tetap) tertanggal 21 Mei 2019, artinya penetapan KPU tersebut dibuat setelah Pemilu tanggal 17 April 2019. Tentu, ini sesuatu yang sangat aneh !!
Jakarta, 25 Juni 2019
Kuasa Hukum Pemohon (Prabowo-Sandi),
Kuasa Hukum Pemohon (Prabowo-Sandi),
Dr. Bambang Widjojanto.
Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
Teuku Nasrullah, S.H., M.H.
TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M.
Iwan Satriawan, S.H., M.CL., Ph.D.
Iskandar Sonhadji, S.H.
Dorel Almir, S.H., M.Kn.
Zulfadli, S.H.
Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
Teuku Nasrullah, S.H., M.H.
TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M.
Iwan Satriawan, S.H., M.CL., Ph.D.
Iskandar Sonhadji, S.H.
Dorel Almir, S.H., M.Kn.
Zulfadli, S.H.
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/146868993152093
========================
GELOMBANG PERLAWANAN CERDAS
Terima kasih banyak atas respon positif dan antusias dari kawan-kawan semua tentang konsep perlawanan cerdas terhadap kezaliman dan kesewenangan para penguasa.
InsyaAllah, perlawanan terhadap perampokan kemenangan rakyat di pilpres 2019, akan terus dilakukan dengan cara-cara yang cerdas. Perlawanan itu antara lain dalam bentuk pembinaan ekonomi umat dan penghimpunan dana umat yang jumlahnya puluhan triliun.
Dalam waktu-waktu mendatang ini, kita semua akan berupaya bersama-sama. Semua kita akan berperan aktif dalam melancarkan perlawanan cerdas atau smart resistance.
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/148288189676840
=============================
PERJUANGAN TIDAK AKAN BERHENTI
By Asyari Usman
Kecewa terhadap Prabowo, tak usah berlama-lama. Cukup beberapa jam saja. Saya merasakan kekecewaan itu cuma setengah jam. Alhamdulillah, setelah itu semuanya hilang.
Perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kejujuran, masih panjang. Mungkin juga tidak berujung sampai dunia kiamat.
Kita harus terus memahami bahwa perjuangan itu tidak musti dipimpin oleh satu orang. Saya setuju bahwa “pemimpin sejati” perjuangan itu bukan manusia, melainkan nilai-nilai. Values. Dan kita sudah paham nilai-nilai yang hendak kita tegakkan. Yaitu, sekali lagi, keadilan yang berlaku standar untuk semua orang.
Dari perjuangan pilpres 2014 dan 2019 kita mendapatkan pelajaran berharga bahwa orang-orang yang dianggap pemimpin atau yang diharapkan sebagai pemimpin belum tentu bisa menjadi pemimpin umat. Banyak pemimpin yang sukses di berbagai bidang tetapi berat mengemban amanah untuk perjuangan nilai-nilai tertentu.
Ada momen-momen yang melelahkan dalam perjuangan. Ini sangat manusiawi. Berjuang dengan segala risiko, tidaklah ringan. Prabowo telah melakukan itu. Dan ada limit yang harus dipahami oleh kalangan pendukungnya.
Hari ini, perjuangan Prabowo untuk menegakkan keadilan dan membela rakyat miskin, sebagaimana sering dia ucapkan, kini mencapai limit itu. Tidak ada yang istimewa ketika seorang pejuang telah mencapai titik kulminasinya. Semua orang punya limit tertentu
Limitasi itu pasti akan dialami setiap orang yang berjuang untuk perbaikan. Hari ini, giliran Prabowo yang mencapai titik batas itu. Dia sudah ‘stretched to the limit’. Sudah habis-habisan. Mungkin juga sudah jenuh. Bisa jadi bagi dia sudah tiba saatnya mengikuti derap langkah yang lebih menyegarkan suasana.
Tentu saja tidak ada seorang pun yang berhak dan bisa mendikte Prabowo ketika dia ingin melakukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang, barangkali, lebih mengasyikkan baginya. Sesuatu yang lebih masuk akal bagi dia dan para pembantu dekatnya. Sesuatu yang realistis dibandingkan dengan perjuangan yang dia rasakan tak berkesudahan.
Namun, bagi banyak orang lain, perjuangan akan berlanjutt. Tidak akan berhenti meskipun samudera telah diseberangi, gunung telah didaki.***
dari: https://www.facebook.com/asyari.usman/posts/151554656016860
Tidak ada komentar:
Posting Komentar