Senin, 26 Desember 2011

Komnas HAM: Polisi Melanggar HAM di Bima NTB

 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM, hari Senin (26/11) menerjunkan tim investigasi untuk menyelidiki kasus kekerasan polisi dengan warga di Bima, Nusa Tenggara Barat yang menewaskan sejumlah warga.

 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia  Komnas HAM menilai  aparat kepolisian bertindak berlebihan dalam membubarkan  aksi unjuk rasa di pelabuhan Sape  Kabupaten Bima,  Nusa Tenggara Barat yang menyebabkan sedikitnya tiga  orang tewas dan belasan  lainnya terluka. Ketua Komnas HAM  Ifdhal Kasim menyatakan, ada indikasi kuat polisi melanggar prosedur  dan melakukan pelanggaran HAM “Seperti yang terlihat dalam video, dugaan kami penembakan yang dilakukan dengan peluru karet dan peluru tajam  itu tidak sejalan dengan prosedur karena dia menembak lurus ke kerumunan warga.  Soal kategori pelanggaran HAM berat atau tidak itu akan kita pastikan setelah melakukan penyelidikan di lapangan. Tapi sekarang secara umum, bisa dikatakan apa yang terjadi disana merupakan pelanggaran HAM  yakni hak atas hidup, hak atas bebas dari penyiksaan, hukuman sewenang - wenang dan penangkapan yang sewenang wenang”.

Kekerasan berdarah  itu terjadi  Sabtu (24/11)  lalu,  saat polisi mencoba membubarkan unjuk rasa  warga yang menduduki pelabuhan Sape sebagai  protes terhadap ijin usaha tambang emas  yang dikeluarkan Bupati untuk dua perusahaan tambang. Warga menolak kehadiran perusahaan tambang itu karena khawatir atas dampak kerusakan lingkungan karena ekplorasi dekat sekali  dengan pemukiman dan mengancam mata pencaharian warga yang umumnya petani.
Laporan Komnas HAM menyebutkan, sejauh ini sedikitnya tiga  orang tewas dan belasan  lainnya terluka akibat bentrokan. Komnas HAM mengatakan, kekerasan terjadi karena Pemda dan Polisi setempat mengabaikan peringatan yang telah dikirimkan Komnas HAM untuk segera menyelesaikan masalah tersebut sejak mencuat beberapa waktu lalu.
Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kepala Kepolisian untuk mengevalusi pengerahan Brimob ke lokasi sengketa karena terbukti malah  memicu kekerasan “Kehadiran Brimob di perkebunan, pertambangan atau di perusahaan Hutan Tanaman Industri HTI dan Hak Pengelolaan Hutan HPH perlu ditinjau lagi karena tahun ini, banyak sekali peristiwa kekerasan yang melibatkan Brimob. Dan hampir semuanya tidak ada penyelesaian yang tuntas. Misalnya kejadian di penambangan minyak di Tiaka Sulawesi Tengah. Ada penembakan tapi sanksinya hanya administratif.  Juga yang terjadi di Jambi, kemudian Padang. Semuanya sanksi administratif”
Sejauh ini kepolisian mengklaim pembubarkan paksa unjuk rasa di Bima itu telah memenuhi prosedur karena menganggu arus lalu lintas penyeberangan di Pelabuhan Sape. Meski demikian Juru bicara Mabes Polri Saut Usman berjanji akan melakukan penyeldikan internal “Silahkan investigasi masing masing. Kalau ada anggota kita yang salah kami akan tindak.  Kapolri sudah memerintahkan, ada Kabareskrim, ada Irwasum Polri, ada Kabarkham Polri turun kesana untuk mengevaluasi: apakah prosedur lapangan sesuai ketentuan atau tidak. Dan nanti akan dinilai pengawas internal Polri. Disamping itu ada juga pengawas luar seperti  Kompolnas, Ombudsman, Tim Pencari Fakta yang lain nanti bisa tukar informasi agar hasilnya akurat. Kami polisi kita tidak merekayasa, kami sekarang profesional”.
Sedikitnya 47 orang saat ini  masih diperiksa di Polres Bima untuk dimintai keterangan atas sejumlah  kasus perusakan yang dituduhkan  dilakukan warga setelah bentrokan berdarah tersebut.

Zaki Amrullah
Editor. Andy Budiman
sumber:
http://www.dw-world.de/dw/article/0,,15627121,00.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar