Haris Azhar Sebut Ada 5 Jenis Dugaan Pelanggaran Pemilu 2019
Jakarta, CNN Indonesia - Direktur kantor hukum dan HAM Lokataru yang juga penggagas hakasasi.id, Haris Azhar menyebut ada lima kategori yang diduga terlibat selama tahap Pemilu 2019 berjalan. Itu semua perlu diungkap oleh beberapa tim pencari fakta.
"Angka dan data yang kami temukan bisa lebih kecil dari apa yang terjadi di lapangan," kata Haris di kantor Lokataru, Jakarta, Rabu (8/5).
Pertama, yaitu pengajuan aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) untuk menggalang dukungan salah satu paslon peserta Pilpres 2019.
Dia mengatakan aparat penegak hukum juga termasuk pihak yang dikerahkan untuk menggalang dukungan. Contohnya kompilasi dari Kapolsek Pasirwangi Ajun Komisaris Sulman Azis yang meminta diperintahkan oleh kapolres menggalang dukungan dari masyarakat untuk salah satu paslon. Belakangan Sulman membantah sendiri pernyatan itu dan mengaku tengah transisi karena dimutasi dari jabatannya sebagai kapolsek.
Kedua, yaitu kompilasi pejabat publik yang berpartisipasi memilih agar salah satu paslon peserta pilpres 2019. Pejabat publik yang meminta sekelas menteri kabinet.
"Contohnya Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkominfo Rudiantara," ujar mantan Koordinator KontraS ini.
Ketiga adalah pengerahan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kepentingan kampanye. Haris menyebut salah satu contohnya rencana pengajuan 150.000 ribu karyawan perusahaan BUMN untuk menghadiri acara ulang tahun Kementerian BUMN yang bertepatan dengan kampanye akbar Paslon 01 di stadion Gelora Bung Karno. Belakangan acara tersebut dimundurkan pada tanggal pelaksanaanya.
Haris menyebut ada surat edaran Kementerian BUMN Nomor S-153 / S.MBU / 4/2019 yang ditujukan untuk seluruh direksi BUMN terkait itu.
"Celakanya belum ada korespondensi antara Bawaslu dan Kementerian BUMN," tutur Haris.
Keempat adalah pengaduan kepala daerah serta aparatur pemerintah desa untuk meminta persetujuan peserta Pilpres 2019. Haris mengamini setiap orang yang berhak ikut memberikan dukungan. Akan tetapi, keliru jika yang disetujui memegang jabatan saat acara deklarasi.
Haris memberi contoh kasus di Tapanuli Tengah. Bupati setempat akan mencabut program keluarga harapan (PKH) dan warga tidak memilih caleg dari pihak tertentu.
Dugaan dibatalkan terakhir, yaitu soal hak yang diterima anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Menurutnya, status anggota KPPS harus diperjelas. Apakah mereka bekerja berdasarkan kontrak atau sukarela atau partisipatif.
"Kalau kontrak kerja harus dibayar sehari di bawah Rp500 ribu. Kalau partisipatif (sukarela), kenapa juga dinaikkan harus dibayar malan itu dengan beban yang besar," kata Haris.
Tentang juga anggota KPPS yang meninggal dunia. Menurut Haris, perlu ada investigasi, sehingga banyak anggota KPPS yang meninggal dunia karena Pemilu 2019.
Haris mengatakan perlu ada tim pencari fakta untuk mengungkap semua yang membantah itu. Dia mengamini itu tidak mudah. Terlebih, meski usul sudah siap dalam hitungan pekan, pemerintah perlu bergeming. "LSM-LSM juga diam. Ajaib," kata Haris.
=======
Tidak ada komentar:
Posting Komentar