BELASAN pekerja bertopi proyek kuning hilir-mudik. Matahari mulai turun di area pembangunan Apartemen Tamansari Semanggi, tepat di belakang bioskop Planet Hollywood, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu. Para pekerja sibuk membenahi jalur pedestrian. "Baru sebulan terakhir aktif dikerjakan lagi," kata seorang pekerja tersenyum lebar.
Proyek ini mangkrak lebih dari lima tahun. Bernama awal Apartemen Hollywood Residence, proyek itu tak kunjung selesai dibangun. Mei 2007, ratusan pembelinya melapor ke polisi. Mereka menuduh PT Masindo Lintas Pratama, pengembang proyek itu, menggelapkan dana Rp 200 miliar lebih. Ramai diberitakan, Kepolisian Daerah Metro Jaya berjanji menelisik pengaduan itu.
Lama tak terdengar kabar, Masindo menjadi sumber berita baru. Pada November 2006, perusahaan itu dilaporkan menggelontorkan duit Rp 1,5 miliar ke rekening Herviano Widyatama, putra Budi Gunawan, ketika itu Kepala Biro Pembinaan Karyawan Kepolisian. Budi kini berpangkat inspektur jenderal dan menduduki jabatan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Dana itu merupakan bagian dari total setoran senilai sekitar Rp 54 miliar ke rekening Budi Gunawan dan anak lelakinya itu. Indonesia Corruption Watch pekan lalu melaporkan transaksi mencurigakan ini ke Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Akan kami tunggu respons mereka sampai 30 hari ke depan," kata Emerson Yuntho, wakil koordinator organisasi antikorupsi itu.
Budi Gunawan bukan satu-satunya perwira kepolisian pemilik rekening yang mencurigakan. Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi, ada 21 perwira yang melakukan transaksi mencurigakan dan dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ke Kepolisian. "Atas perintah Kapolri, kami sudah bentuk tim khusus untuk menyelidiki ini," kata Ito, Jumat pekan lalu.
Ito mengakui rekening Budi menjadi prioritas tim penyelidik. Sebab, menurut dia, jumlahnya lebih besar dibanding rekening milik perwira lain. Selain itu, dugaan transaksi di rekening Budi sudah beredar di masyarakat. Itu sebabnya, ia menyatakan Budi merupakan perwira pertama yang dimintai klarifikasi.
Selain Masindo, sebuah perusahaan lain bernama PT Sumber Jaya Indah dilaporkan menyetorkan dana ke rekening Budi Gunawan. Melalui rekening anak Budi, perusahaan itu menggelontorkan hampir Rp 10 miliar.
Sumber Jaya adalah sebuah perusahaan penambang timah yang menguasai 75 hektare lahan tambang di Bangka Belitung. Nama perusahaan sempat jadi berita pada Desember 2007, ketika polisi setempat menyetop 13 truk yang mengangkut timah ilegal milik perusahaan itu. "Saya ingat kasus itu. Penyidikan polisi tidak jelas sampai sekarang," kata Yudho Marhoed, Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia di Bangka Belitung, yang dihubungi pekan lalu.
Dari hasil penelusuran Tempo, kedua perusahaan yang disebut-sebut dalam laporan analisis rekening Budi ini bukan perusahaan fiktif. Sumber Jaya Indah, misalnya, terdaftar resmi di sebuah kantor notaris di Pangkalpinang, sebagai perusahaan pertambangan dengan setoran modal awal Rp 1,5 miliar.
Demikian juga dengan Masindo, yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai badan usaha, dengan setoran modal awal Rp 50 miliar. Ketika Tempo mengunjungi alamat kantor Masindo di gedung Sampoerna Strategic Square, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, perusahaan ini tampaknya sudah berganti alamat. "Sudah lama tidak di sini," kata petugas di gedung itu.
Selain dua perusahaan tersebut, ada sejumlah individu yang terdeteksi mentransfer dana ke rekening Budi. Ada juga setoran tunai dalam jumlah miliaran rupiah. Sejumlah sumber Tempo menjelaskan, posisi Budi sebagai ajudan Megawati Soekarnoputri, wakil presiden dan kemudian presiden pada 1999-2004, berperan besar dalam penumpukan harta itu. "Ada banyak pengusaha yang, ketika mau bertemu RI-1, sukarela memberi. Duit Rp 100-200 juta itu kecil buat mereka," katanya.
Diterpa isu tak sedap, lingkaran dalam Budi Gunawan tak mau berpangku tangan. Mereka balik menuding ada agenda tertentu di balik isu ini. "Mengapa Budi Gunawan saja yang dibidik?" kata salah satu orang dekat mantan Kepala Kepolisian Daerah Jambi itu. Dia juga mengaku heran kenapa kabar ini muncul sekarang, ketika fulus yang diributkan, menurut ia, sudah tak ada lagi di rekening Budi.
Dari semua dokumen laporan hasil analisis dari PPATK yang beredar di publik, memang hanya laporan transaksi mencurigakan di rekening Budi Gunawan yang detail dan runut, lengkap dengan kronologi dan data mengenai pihak-pihak yang diduga terlibat. Orang dekat Budi menduga bosnya diincar karena dekat dengan Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri Komisaris Jenderal Nanan Soekarna. Nanan santer disebut-sebut sebagai salah satu kandidat Kepala Kepolisian, menggantikan Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang akan mengakhiri masa tugasnya, Oktober nanti.
Budi Gunawan memilih tutup mulut. Ditemui Tempo di kantornya, Jumat pekan lalu, dia hanya tersenyum dan berkomentar pendek, "Nanti saja, ya." Belakangan, lewat seorang bawahannya, Budi Gunawan mengaku sudah menyerahkan masalah ini ke Kepala Badan Reserse Kriminal. "Semua berita itu tidak benar," katanya.
Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengakui bahwa Budi Gunawan adalah perwira pertama yang menjelaskan ihwal rekeningnya. "Masih ada bukti-bukti formal yang belum lengkap, karena sudah lama kejadiannya. Tapi prinsipnya, ini sudah clear," katanya. Ditanya soal dua perusahaan penyetor dana yang punya kasus di kepolisian, Ito angkat tangan, "Semua sudah dimintai keterangan. Saya tidak bisa cerita detail karena ini merupakan penyidikan."
Sebagai bekas ajudan presiden, menurut Ito, Budi Gunawan memiliki hubungan luas. Ia menduga para kolega Budi bisa saja memberikan hadiah. Karena tak berkaitan dengan perkara, menurut dia, hal itu tidak ada masalah. Ia lalu menyebutkan "kebaikan" Budi Gunawan. "Anda lihat, gedung Divisi Profesi kini sangat bagus, jauh lebih bagus daripada kantor saya," kata Ito. "Anda tahu siapa yang membangun? Pak Budi Gunawan, dengan dana pribadi."
Wahyu Dhyatmika, Jupernalis Samosir (Pangkalpinang)
sumber:
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/06/28/LU/mbm.20100628.LU133958.id.html#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar